Krisis kepercayaan terhadap kebenaran Islam sebagai agama universal dan paripurna tidak bisa dipungkiri telah melanda banyak orang yang mengaku beragama Islam. Ini terbukti dari gaya hidup mereka yang dilihat secara lahiriyah masih saja ada kesamaannya dengan orang-orang non-Muslim. Misalnya dalam penampilan; di samping tidak berjanggut bagi laki laki, juga pakaiannya isbal (menutupi mata kaki). Sarung pun menjadi sesuatu yang asing, terutama dalam acara-acara resmi. Meskipun sarung bukan pakaian wajib dalamIslam, tetapi mestinya pandangan kaum Muslimin tidak sinis terhadap sarung sebagai pakaian kantor.
Sementara kalau melihat kaum wanita di jalan-jalan, sulit dibedakan antara seorang Muslimah dan non-Muslimah, sebab rambut sama-sama terlihat, betis sama-sama terbuka, sama-sama "menor" dalam bersolek bahkan sama-sama berpakaian ketat. Sanggulnya juga tanpa "sungkan-sungkan" dibesarkan dengan
sambungan rambut cemara yang dilaknat dalam Islam.
Memang sangat mungkin semua itu akibat ketidaktahuan atau ketidak pahaman. Namun ketidaktahuan itu adalah akibat bahwa kebanyakan kaum Muslimin telah kehilangan kepercayan terhadap Islam, sehingga mereka cenderung mengabaikan ajaran-ajarannya.
Mempelajari ilmu-ilmu Islam dianggap sebagai ketinggalan jaman. Banyak orang Islam, bahkan kalangan akademik yang bila mempelajari ilmu-ilmu Islam tanpa dicampur dengan teori-teori ilmu Barat, beranggapan bahwa hal itu suatu kemunduran. Tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan seterusnya.
Bukankah itu krisis kepercayaan terhadap Islam?
Umumnya seseorang diketahui Muslim, baru ketika dia melaksanakan shalat atau ketika diajak berbicara. Hanya dalam beberapa kalangan atau kawasan saja terdapat suatu kelompok sosial yang secara lahiriyah tampak sebagai Muslim, sebab mereka yang laki-laki berjanggut dan yang wanita berjilbab, misalnya.
Tentu saja ini merupakan suatu tantangan.
Allah berfirman:
Sedangkan Islam ialah ittiba' (mengikuti) ajaran Rasul-rasul Allah yang diutus untuk tiap-tiap masa, sampai akhirnya ditutup dengan datangnya (rasul terakhir) Muhammad. Sehingga semua jalan menuju Allah tertutup kecuali melalui jalan Muhammad.
Karenanya, siapa yang menghadap Allah (setelah diutusnya Nabi Muhammad) dengan menggunakan agama yang tidak berdasarkan syari'at beliau, maka tidak akan diterima.
Seperti halnya Firman Allah pada ayat yang lain:
Dengan kata lain, bahwa selain Islam adalah agama yang batil. Tidak akan membawa kebaikan dunia dan tidak pula akhirat. Sebab agama selain Islam, tidak diakui dan tidak dibenarkan oleh Allah sebagai pedoman, baik dalam hal ibadah maupun mu'amalah-mu'amalah duniawi.
Bukankah hanya Allah sendiri yang Maha Mengetahui dengan cara apa dan pedoman bagaimana, manusia akan mendapatkan maslahat hidupnya?
Bukankah Dzat yang Maha Pencipta, yang lebih mengetahui tentang apa-apa yang diciptakan-Nya?
Dua ayat di atas menunjukkan ini semua. Dan kenyataan ini masih ditunjang dengan bukti-bukti lain, yang paling utama di antaranya adalah firman Allah:
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56)
Artinya kebenaran Islam adalah kebenaran paripurna, kebenaran menyeluruh dan kebenaran yang betul-betul merupakan nikmat Allah yang amat luar biasa.
Betapa tidak, sebab apapun kebutuhan manusia dalam rangka pengabdian dan peribadatannya kepada Penciptanya sudah tertuang dan tercukupi dalam Islam. Sesungguhnya manusia tidak membutuhkan lagi petunjuk-petunjuk lain, kecuali Islam. Itulah mengapa Syeikh Ali Hasan Abdul Hamid melanjutkan
keterangannya tentang surat Al-Maidah: 3 dengan menukil perkataan Ibnu Katsir hadzullah, dalam tafsirnya sebagai berikut:
Karena itu mengapa orang masih ragu terhadap kebenaran dan kesempurnaan Islam. Mengapa orang masih mencari alternatif dan solusi-solusi lain? Islam sudah cukup. Tidak perlu penambahan atau pengurangan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam.
Bahkan, menurut penjelasan Syeikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, bahwa hal (kesempurnaan Islam) ini telah diakui dan diyakini oleh seluruh pemeluk agama-agama lain. Walillahi al-hamdu
Hanya saja banyak di antara mereka yang mengingkari pengakuan mereka sendiri, seperti disebutkan oleh Allah (tentang Fir'aun dan kaumnya):
"Mereka mengingkari kebenaran ayat-ayat Allah, padahal diri-diri mereka meyakini (kebenaran)nya, lantaran kedhaliman dan kecongkaan." (an-Naml: 14)
Selanjutnya, dalam mengetengahkan pengakuan orang-prang yahudi akan keagungan dan kesempurnaan Islam, Syeikh Ali Hasan juga membawakan sebuah hadits.
Dari Thariq bin Syihab, ia mengatakan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Umar bin Khatab:
"Sesungguhnya tidak ada seorang Nabipun sebelumku melainkan menjadi kewajibannya untuk menunjuk kepada umatnya akan kebaikan yang diketahuinya, dan memperingatkan umatnya akan
keburukan yang diketahuinya...."
Imam Thabrani telah mengeluarkan riwayat hadits dari Abu Dzar al-Ghifari yang menyatakan:
Itulah realita yang kini banyak melanda umat Islam. Maka wajar sekali jika banyak orang Islam yang begitu percaya bahkan getol memperjuangkan demokrasi. Sesuatu yang apabila baik, tentu sudah dijelaskan oleh Rasulullah.
Demokrasi justru merupakan sesuatu bid'ah dan berlawanan dengan sistem syura (musyawarah) dalam Islam.
Secara sederhana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, seorang pembaharu abad XII memberikan konsep renungan berikut:
1. Seorang muslim harus merenung dan memahami bahwa ia diciptakan, diberi rezeki dan tidak dibiarkan hidup tanpa aturan.
Itulah mengapa Allah mengutus Rasul-Nya ke tengah-tengah manusia. Tidak lain untuk membimbing mereka.
Artinya, ia hidup dan ada di muka bumi karena diciptakan oleh Allah, ia diberi berbagai fasilitas, rezeki yang lengkap, mulai dari kebutuhan oksigen untuk bernafas, makanan, minuman, tempat berteduh dan berpijak sampai hal-hal yang di luar kesadaran manusia. Semua itu bukan untuk sesuatu yang sia-sia.
Kehidupan dunia manusia bukan untuk bebas, sebebas-bebasnya tanpa kendali aturan, sebab manusia adalah makhluk sosial yang butuh aturan. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ketika menerangkan hal ini
membawakan beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya:
Karena manusia tidak seperti binatang, yaitu tidak dibiarkan bebas sia-sia, tidak diabaikan dan tanpa aturan, maka Allah menghendaki membuat aturan untuk manusia. Tentu hanya Allah yang mengetahui aturan paling
tepat dan maslahat buat manusia, sebab Dia-lah pencipta manusia dan segenap makhluk lainnya.
Aturan itu adalah yang dibawa Muhammad Rasul yang diutus-Nya untuk kepentingan ini. Aturan itu adalah aturan yang menata kehidupan manusia agar maslahat dan selamat di dunia dan akhirat. Sebab toh kehidupan
manusia bukan hanya kehidupan dunia tetapi sampai akhirat.
Konsekuensinya, siapa yang taat kepada Rasul utusan Allah, maka ia akan selamat dan masuk surga. Sebuah sukses masa depan yang gemilang, yang didambakan oleh setiap insan yang berakal sehat dan berpikiran normal.
Banyak al-Quran yang menegaskan hal ini. Syeikh Muhammad Shalih membawakan beberapa di antaranya:
Rasulullah bersabda:
Orang yang taat kepada Rasulullah, tidak akan mencari-cari konsep lain untuk memperjuangkan kesuksesan cita-citanya, kecuali konsep yang dibawa oleh Rasulullah.
Sebaliknya orang yang tidak taat kepada Rasulullah pasti akan menemui kegagalan dan masuk neraka.
Allah berfirman:
Inilah yang pertama. Perenungan seorang Muslim atas keberadaannya di muka bumi yang penuh fasilitas rezeki, dan kemudian menyadari bahwa ia hidup dengan aturan, diperintah dan dilarang; yang menghasilkan
kesadaran sikap bahwa ia taat dan patuh kepada Rasulnya.
2. Seorang Muslim harus memahami bahwa Allah tidak ridha, jika dalam peribadatan kepadanya, Dia disekutukan dengan selain-Nya. Sekalipun Malaikat yang paling dekat dengan-Nya ataupun Nabi utusan-Nya.
Allah telah berfirman:
Dan Allah tidak mungkin melarang sesuatu kecuali terhadap sesuatu yang Dia tidak ridha terhadapnya. Contohnya adalah apa yang difirmankan oleh Allah:
Allah berfirman:
Dengan demikian, seorang mukmin akan marah terhadap apa yang Allah marah, dan akan ridha terhadap apa yang Allah ridha. Karenanya tidak mungkin seorang mukmin ridha terhadap kekaran dan kemusyrikan
apalagi menjadi pelaku kemusyrikan.
3. Jika seseorang sudah menjadi orang yang taat kepada Rasul-Nya, dan bertauhid kepada Allah, maka konsekuensi berikutnya yang harus dipahami adalah prinsip Wala' dan Bara'.
Artinya loyalitas dan wala'nya hanya diberikan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Sebaliknya, ia tidak boleh memberikan loyalitas, kecintaan dan kasih iayangnya kepada siapapun yang menantang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun kepada kerabat terdekatnya.
Allah berfirman:
Prinsip wala' wal bara' ini merupakan prinsip yang agung dalam Islam. Karena itu tidak layak bagi seorang mukmin menyatakan kekaguman dan kecintaannya kepada orangorang kar atau merendahkan dirinya di
hadapan mereka. Secara ringkas ia harus berani bertindak karena benar, termasuk di dalam
bertindak menghadapi kemungkaran, dan tidak "ngotot" jika ia salah dan sebagainya.
Inilah tiga prinsip utama yang harus dipahami. Jika ketiga prinsip ini menjadi kenyataan dalam kehidupan seorang Muslim, berarti ia telah membuktikan dirinya sebagai orang yang benar-benar percaya kepada kebenaran Islam.
Dan jika ia benar-benar percaya kepada kebenaran Islam, maka ia akan melaksanakannya dalam kehidupannya.
Itulah hakikat Islam yang dengan ungkapan singkat berarti bersikap menyerah kepada Allah dengan cara mentauhidkannya; bersikap patuh kepada-Nya dengan cara menjalankan ketentuan ketentuan-Nya; dan bersiap membebaskan diri; membenci serta memusuhi kemusyrikan beserta para pendukungnya
Atau dengan kata lain, bagaimana cara yang dapat ditempuh agar seseorang bisa rujuk (kembali) kepada ajaran Islam yang benar?
Jika seseorang mau memperhatikan sejarah para ulama ahlu Hadits -disepanjang masa- niscaya ia akan melihat bahwa mereka semuanya, ternyata mengikuti manhaj yang serupa satu sama lain, dalam berdakwah (mengajak dan membimbing orang untuk) menuju kembali kepada Allah. Yakni senantiasa berdasarkan cahaya dan kejelasan (wahyu).
Allah berfirman:
Bila posisi dakwah menuju kepada Allah merupakan posisi paling mulia, paling luhur dan paling utama bagi seorang manusia; maka sesungguhnya posisi dakwah itu tidak akan dapat dicapai kecuali dengan ilmu (syariat) yang bisa digunakan untuk berdakwah dan didakwahkan.
Bahkan untuk sempurnanya dakwah, tidak bisa tidak ilmu (syariat yang dikuasai) harus mencapai tingkat yang dengannya sebuah usaha bisa berhasil.
Manhaj ilmu ini dibangun berdasarkan tiga hal:
Inilah yang disebut Tashyah dan Tarbiya
Tashyah artinya membersihkan seluruh sektor ajaran Islam dari hal-hal yang asing atau jauh dari ajaran Islam.
Tarbiyah artinya membina generasigenerasi umat Islam zaman sekarang dengan ajaran Islam yang sudah dimurnikan.
Dengan jalan Tashyah dan Tarbiyah yang meliputi seluruh sektor ajaran Islam itulah, atau dengan kata lain mempelajari ajaran Islam kembali dalam seluruh sektornya melalui sumber-sumber aslinya (Al-Qur'an dan As-Sunnah) sesuai dengan pemahaman salafus shalih, kemudian mengajarkan ajaran ini kepada umat, maka umat Islam akan benar-benar dapat kembali secara benar berpegang pada ajaran agamanya.
Sedangkan agama selain Islam jelas batil dan tidak bermanfaat. Sebagai bukti seseorang sudah mempercayai Islam sebagai agama yang benar, maka ia harus ittiba' (mengikuti) kepada Rasulullah dengan taat, bertauhid kepada Allah dan hanya memberikan loyalitasnya kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslimin,
serta memberikan permusuhan kepada musuhmusuh Allah dan Rasul-Nya.
Sementara itu jalan menuju ke sana, sekarang harus ditempuh jalan tashyah dan tarbiyah, sebab ajaran Islam sudah banyak disusupi oleh ajaran-ajaran asing, yang dianggap seolah-olah bagian dari ajaran Islam.
0 Response to "Menambah kepercayaan jika Islam yang paling benar"
Post a Comment